Jumat, 06 Maret 2009

jogja tiada akhir

Bicara Jogja tidak pernah ada habisnya. Dengarlah cerita dan pengakuan Katon Bagaskara ketika menciptakan lagu Yogyakarta yang legendaris ini:

Katon diminta Adi membuat lirik. Dalam pikiran Katon, lagu mestinya berbau latin. Itu berarti ia harus membuat setting kota di mana di kota itu terjadi romantika percintaan seseorang yang lama ditinggalkan kekasihnya. Namun, kota tersebut selalu membawa kenangan indah. Romantika lagu sudah jadi, tetapi kotanya belum terpilih. Konsep awal yakni nama kota yang berbau Eropa, membingungkan Katon.

“Saya lalu berpikir, kenapa tidak kota di Indonesia, namun yang bisa membangkitkan romantisme, dan terpikirlah Yogyakarta. Langsung kebayang Malioboro, Tugu, Tamansari, yang tiap sudut menyapaku bersahabat”, kata Katon Bagaskara.

Jogjakarta, akan selalu menjadi kota yang istimewa bagi orang yang pernah tinggal disana. Dan aku akan selalu merindukan Jogjakarta, dengan segala kisahnya.

Tapi maafkan aku Jogja, aku tidak memasukkan namamu dalam daftar yang harus kukunjungi dalam perjalanan panjangku tahun ini. Bukan karena aku tidak merindukanmu, tapi biarkan rasa rindu ini semakin terpendam dan menjadi dalam, sehingga pada waktunya nanti membuncah menjadi sebuah kemesraan yang tak terlupakan.

kenangan masa kanak kanak

Kupikir merupakan hal yang sangat wajar ketika kita masih anak-anak, kita sering mempertanyakan banyak hal. Seorang anak manusia yang mencoba mengenali dunia, selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengusik rasa ingin tahu kita. Bahkan mungkin tanpa mengajukan pertanyaanpun, kita sering tergoda untuk berpikir dan membayangkan tentang sesuatu.

Dalam sebuah obrolan ringan di angkringan, banyak hal-hal lucu yang terungkap seputar pikiran-pikiran masa kanak-kanak, yang kupikir sangat lugu.

Inilah yang kupikirkan saat kanak-kanak dulu:

Saat baru pertama belajar ngaji (aku belajar ngaji dari orang tua), kadang-kadang orang tuaku sering cerita tentang agama, tentang Nabi dan Rasul, para malaikat, bahkan tentang akhirat. Aku tidak pernah bertanya, darimana orang tuaku bisa tahu banyak hal kayak gitu, tapi aku sangat menikmati cerita-cerita tersebut. Akhirnya orang tuaku mengatakan bahwa cerita-cerita tersebut berasal dari Al-Qur’an.

Tahu apa yang kupikirkan dari cerita-cerita tersebut?

Aku membayangkan hebat benar orang yang menulis al-Qur’an, bisa membuat cerita yang seperti itu hingga bahkan orang tuaku sangat menyukai cerita tersebut.

Mengenai cerita tentang penciptaan langit dan bumi, aku membayangkan dulunya (dalam rentang waktu yang terlalu lama, mungkin puluhan tahun yang lalu), bumi dan langit benar-benar jadi satu, dengan jarak langit dari bumi hanya beberapa meter, sehingga orang tuaku bisa pergi ke langit hanya dengan tangga.

Tuhan yang kubayangkan (dari cerita orang tuaku), seperti seorang bertubuh besar di langit, duduk di atas kursi kekuasaannya yang diangkat oleh malaikat penjaga, dengan dikelilingi 10 malaikat (Jibril dkk), serta ada sebuah pohon raksasa yang tiap daunnya berisi nama setiap manusia beserta takdirnya, jodoh, rezeki, dan kematiannya. Ada seorang malaikat yang duduk di atas daun tersebut, sehingga bila daun tersebut gugur (kematian), maka malaikat yang duduk diatasnya segera turunke bumi untuk mencabut nyawa sang makhluk.

Saat kecil aku juga suka bertanya-tanya, apakah Tuhan juga mengetahui dan bisa menjawab soal-soal PR yang diberikan oleh guru di sekolah?

Saat masih anak-anak, aku suka sekali duduk-duduk di depan pintu belakang rumah, atau sambil duduk di pinggir sawah, mengamati polah ayam dan bebek peliharaan kakek. Kadang-kadang aku berpikir: enak sekali ya jadi ayam dan bebek itu, kerjaannya hanya makan, makan, dan makan. Tidak perlu repot-repot shalat, puasa,dan ibadah-ibadah lain. Mereka tidak akan dikenai dosa, tidak merasakan siksa kubur dan siksa neraka. Aneh, karena tidak memperhatikan (atau mungkin lupa) tentang nikmat surga, sesuatu yang mungkin tidak didapat oleh ayam dan bebek itu.

Pernah suatu ketika aku membaca buku bapakku (saat itu masih kecil banget, mungkin kelas 5 atau 6 SD) tentang kisah penciptaan makhluk. Konon, makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad inilah kemudian seluruh manusia beserta takdirnya ditentukan. Bila ruh manusia berasal dari kepala Nur Muhammad, maka manusia tersebut ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, bila berasal dari tangannya, maka orang tersebut bakalan menjadi pedagang kaya raya, dan sebagainya.
Aku selalu suka membayangkan kalau ruhku berasal dari kepala Nur Muhammad, sehingga kelak aku ditakdirkan menjadi seorang pemimpin. Belakangan aku ketahui bahwa teori ini (Nur Muhammad) berasal dari doktrin tasawuf, dan tidak semua yang diungkapkan dalam buku tersebut benar menurut doktrin tasawuf tersebut.

Karena pergaulan (masih saat kanak-kanak), aku pernah juga berpikir tentang kebenaran agama. Siapa yang benar, agamaku (Islam), atau agama kawanku (Kristen). Aku pernah berpikir, kasihan sekali kawanku itu, sudah susah-susah menyembah Tuhannya, berbuat baik, tetapi toh nanti akan masuk neraka juga, karena dia salah Tuhan. Tiba-tiba aku membayangkan: bagaimana jika seandainya Tuhan yang sebenarnya adalah Yesus, dan ternyata aku yang telah melakukan kesia-siaan? Bagaimana bila ternyata Tuhan yang selama ini kusembah ternyata tidak ada? Terus di akhirat besok aku minta tolongnya ke siapa?. itulah dulu pikiran yang pernah menggangguku, tapi toh aku tetap menjalani hidupku kan?

Di angkringan itu, kami tertawa terbahak-bahak karena cerita-cerita konyol itu. Hingga munculah pikiran gila: gimana kalau seandainya di akhirat besok diadakan pemilihan Tuhan Yang Maha Kuasa, lewat polling sms hehehe…

Tapi sahabatku mengambil sikap moderat: Daripada di dunia tidak beragama, dan ketika di akhirat ternyata Tuhan ada, lebih baik beragama di dunia meskipun di akhirat kelak ternyata Tuhan tidak ada (hahaha…ini mah oportunis, akang…)

Sabtu, 21 Februari 2009

cerita anak

Anjing dan Bayangannya

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.

Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.

Kerbau dan Kambing

Seekor kerbau jantan berhasil lolos dari serangan seekor singa dengan cara memasuki sebuah gua dimana gua tersebut sering digunakan oleh kumpulan kambing sebagai tempat berteduh dan menginap saat malam tiba ataupun saat cuaca sedang memburuk. Saat itu hanya satu kambing jantan yang ada di dalam gua tersebut. Saat kerbau masuk kedalam gua, kambing jantan itu menundukkan kepalanya, berlari untuk menabrak kerbau tersebut dengan tanduknya agar kerbau jantan itu keluar dari gua dan dimangsa oleh sang Singa. Kerbau itu hanya tinggal diam melihat tingkah laku sang Kambing. Sedang diluar sana, sang Singa berkeliaran di muka gua mencari mangsanya.

Lalu sang kerbau berkata kepada sang kambing, "Jangan berpikir bahwa saya akan menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan pernah kamu lupakan."

Dua Orang Pengembara dan Seekor Beruang

Dua orang berjalan mengembara bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu tiba-tiba seekor beruang yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.

Salah satu pengembara, hanya memikirkan keselamatannya dan tidak menghiraukan temannya, memanjat ke sebuah pohon yang berada dekat dengannya.

Pengembara yang lain, merasa tidak dapat melawan beruang yang sangat besar itu sendirian, melemparkan dirinya ke tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah meninggal. Dia sering mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau orang yang telah meninggal.

Temannya yang berada di pohon tidak berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang berbaring. Entah hal ini benar atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat kepalanya, dan kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang tersebutpun berjalan pergi.

Pengembara yang berada di atas pohon kemudian turun dari persembunyiannya.

"Kelihatannya seolah-olah beruang itu membisikkan sesuatu di telingamu," katanya. "Apa yang di katakan oleh beruang itu"

"Beruang itu berkata," kata pengembara yang berbaring tadi, "Tidak bijaksana berjalan bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya."